Minggu, 14 Desember 2008

Biofile Dinosman

PERKENALAN BLOG

Saya menulis (dan menerbitkan) blog ini sama sekali bukan sebagai sejarahwan. Tak saya miliki ilmu dan kafasitas sebagai seorang sejarahwan. Untuk penulisan sebuah sejarah, membuat buku sejarah, saya pikir diperlukan pengetahuan yang luas dan dalam serta khusus. Lebih dari itu diperlukan penelitian yang tidak gampang. Sedikitnya juga dibutuhkan kesaksian pelaku sejarah atau saksi mata, dokumen sejarah, situs sejarah dan kepustakaan yang memadai.

Saksi mata ataupun dokumen, bisa menjadi data atau kesaksian atas sesuatu peristiwa secara otentik. Walaupun tidak menyeluruh. Sedangkan situs sejarah, setidaknya bisa membuat mereka-reka atau melakukan penafsiran bagaimana sesungguhnya kejadian tersebut berlangsung. Dari beberapa hal tersebut, saya hanya mengambil dan mendapat secuil dari sejumlah hal yang diperlukan. Sesungguhnya jelas, saya memang bukanlah siapa-siapa. Dan apa yang saya buat pun sama sekali belum apa-apa. Dan saya menulis monograf ini pun beranjak dari pengalaman saya sebagai seorang reporter. Sebagai seorang freelance di sejumlah media massa cetak dan elektronik hingga e-media.

Dan kebetulan juga, hanya seorang freelance yang telah menulis dan mengutip kesaksian dari sejumlah orang saksi mata dan ahli waris tentang peristiwa dan kekejaman yang terjadi pada zaman pendudukan Jepang di Kalimantan Barat (1941-1945). Dan belakangan, para saksi mata itu sebagian besar darinya telah berpulang ke haribaan Ilahi. Mungkin yang tersisa hanya sedikit orang tatkala monograf ini diselesaikan penulisannya.

Pun saya pernah dekat dengan sedikit orang yang bersentuhan langsung dengan kejadian di masa Perang Dunia II, khususnya di Kalimantan Barat ini. Itu semua bagi saya pribadi, adalah sebuah kebanggaan dan rasa syukur. Dari itu pula saya berinisiatif untuk menghimpun kesaksian dan apa yang masih mereka ingat akan masa silam yang suram, muram dan kelam itu. Alhamdulillah, dengan sekehendak Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, saya sebagai generasi yang tak melihat langsung zaman penuh asap mesiu itu, masih dapat memetik cerita tentang kekejaman militer Jepang semasa Perang Dunia II di Kalimantan Barat. Betapa tidak, sesungguhnya ada di antara para sepuh itu ingin bungkam seribu bahasa. Bercerita tentang masa pendudukan Dai Nippon Jepang, tak lain adalah bermakna membuka luka besar dan dalam di hati mereka. Mereka sangat menderita, dan habis segalanya akibat ulah tentara Jepang yang mengaku dirinya Saudara Tua dari Negeri Matahari Terbit. Itulah secuil pengalaman, antaranya, yang saya alami

Pun saya bertemu, berkenalan dan mendapat bimbingan dari sejumlah sesepuh yang kebanyakan telah berpulang ke rahmatullah. Saya juga mengutip cerita dari sejumlah saksi mata dan sejumlah ahli waris korban. Dan saya pun mencatat apa yang dialami sejumlah tetua yang ketika lewat dari setengah abad silam Pontianak dihujani bom oleh sembilan pesawat pembom Jepang. Dan peristiwa nahas itu kini dikenang segelintir manusia lanjut usia yang pernah mengalaminya. Itulah seperti berbagai pengisahan oleh mereka kepada saya.

Saya menulis di media massa ataukah e-mail atau blog memang tidak untuk membuat buku sejarah. Melainkan ibaratnya hanya ingin memunculkan sedikit dari bongkah-bongkah kecil permukaan gunung es. Hanya itu kemampuan saya. Dan sungguh saya sangat berharap, ada yang lebih berkemampuan, ada yang lebih ahli untuk mengangkat gunung es yang terendam itu seutuhnya. Kumpulan bongkah kecil yang ada itulah yang sementara ini menjadi monograf yang ada di hadapan pembaca sekarang.

Penelitian, penulisan dan (kemudian) penerbitan monograf ini sulit dibayangkan terwujud tanpa bantuan banyak teman dan simpatisan di berbagai tempat. Keterbatasan ruang atau halaman atau lembaran ini tidak memungkinkan saya menyebut semua yang telah dengan senang hati membantu mempersiapkan monograf ini sebelum pada akhirnya tiba di hadapan pembaca.

Dan kini, monograf ini sendiri, saya sadari isinya mungkin dinilai oleh sejarahwan akademis hanya berbobot ringan bulu ayam alias light weight. Semoga membaca monograf ini tidak saja diperoleh kesenangan, tetapi yang terpenting, juga pengetahuan umum dan khususnya kesadaran sejarah. Bukankah dengan kesadaran sejarah yang mendalam kita bisa dibantu mendapatkan jalan dan arah dalam era serba global ini? (Syafaruddin Usman MHD)